Rabu, 05 Oktober 2011

asuhan keperawatan pada klien trauma telinga

A.     Anatomi dan Fisiologi Telinga
1.              Anatomi Telinga
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut.
1.      Telinga Luar, terdiri dari :
a.       Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat pada Sisi kepala. Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus.
b.      Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian medial, seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan ini. Terdapat di KAE adalah sendi temporoman-dibular, yang dapat kita rasakan dengan ujung jari pada KAE ketika membuka dan menutup mulut.
c.       Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar glandula seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut juga serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan kulit. Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2.      Telinga Tengah, terdiri dari :
a.       Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar dan tengah.
Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya umbo mengarah ke medial. Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis, lapisan fibrosa, tempat melekatnya tangkai malleus dan lapisan mukosa di bagian dalamnya.
b.      Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah tulang pendengaran yang meliputi :
1)      Malleus, bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga.
2)      Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.
3)      Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga dalam.
c.       Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah samping kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum di dalam tulang temporalis.
d.      Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa. Tuba Eustakhius adalah saluran kecil yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga.
3.      Telinga Dalam, terdiri dari :
telinga dalam terdapat jauh didalam bagian petrous tulang temporal, didalamnya terdapat organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis) dan saraf cranial VII (nervus fasialis) dan nervus VIII (nervus kokleovestibularis).
2.      Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh pinna dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan lurus membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getaran tersebut akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerakan relative antara membran basalis dan membrantektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini meimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.
http://htmlimg2.scribdassets.com/zcj6sxuiorwnj0/images/5-1f7014b7c9.jpg
B.      Trauma Telinga
Trauma telinga adalah kompleks, sebagai agen berbahaya yang berbeda dapat mempengaruhi berbagai bagian telinga. Para agen penyebab trauma telinga termasuk faktor mekanik dan termal,  cedera kimia, dan perubahan tekanan. Tergantung pada  jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan / atau  telinga bagian dalam bisa terluka.
 Figure 1. Normal auricle.
Trauma liang telinga umumnya disebabkan oleh kesalahan sewaktu membersihkan telinga dengan cotton bud atau alat pembersih telinga lainnya. Akibatnya terjadi luka atau hematoma pada kulit liang telinga.
Trauma pada membran timpani disebabkan oleh tamparan, ledakan (barotrauma), menyelam yang terlalu dalam, luka bakar ataupun tertusuk. Akibatnya timbul gangguan pendengaran berupa tuli konduktif karena robeknya membran timpani atau terganggunya rangkaian tulang pendengaran, yang terkadang disertai tinitus.
Trauma tulang temporal dan fraktur basis kranium yang terbanyak adalah dari jenis fraktur yang mempunyai garis fraktur longitudinal. Fraktur jenis ini mengenai liang telinga, membran timpani, telinga tengah, tuba eustachius dan foramen laserum. Gejalanya berupa perdarahan pada liang telinga, tuli konduktif, keluarnya cairan serebrospinal dan paresis saraf fasial. Fraktur tulang temporal jenis lain adalah fraktur tulang temporal dengan garis fraktur transversal. Biasanya memberikan gejala yang lebih berat. Dapat ditemukan hemotimpanum, keluarnya cairan serebro spinal dari hidung, tuli sensorineural dan sering ditemukan paresis saraf fasialis.


a.    Trauma telinga luar
1.    Pengertian 
Trauma telinga luar merupakan cedera pada telinga luar misalnya akibat  pukulan tumpul, atau akibat suatu kecelakaan, bisa menyebabkan memar diantarakartilago dan perikondrium.
1.              Macam-Macam Trauma
a)      Laserasi
Ø  Etiologi, merupakan luka pendarahan yang disebabkan oleh mengorek-ngorek telinga.
Ø  Gambaran klinis, laserasi pada dinding kanalis dapat menyebabkan perdarahan sementara.
Ø  Pengobatan, tidak memerlukan pengobatan selain hentikan perdarahan, bila perlu pergi ke dokter untuk memastikan tidak ada perforasi membran timpani.Laserasi hebat pada aurikula harus diexplorasi untuk mengetahui apakah ada kerusakan tulang rawan. 
 Figure 3. Primarily sutured lacerated ear canal.

b)             Frostbitea
Ø  Etiologi, Sengatan pada suhu yang dingin pada aurikula timbul dengan cepat pada lingkungan bersuhu rendah dengan angin dingin yang kuat.
Ø  Gambaran klinis, Sengatan pada suhu yang dingin pada aurikula timbul dengan cepat pada lingkungan  bersuhu  rendah  dengan  angin  dingin  yang  kuat.  Sehingga mengalami Vasokontriksi hebat pembuluh darah telinga bagian luar yang diikuti priode dilatasi yang berlangsung lebih lama.
Ø  Pengobatan/penatalaksanaan
ü  Pemanasan yang cepat 100-108 F/ tidak > 37 C.
ü  Berikan analgesik 
ü  Jika menimbulkan infeksi yang nyata secara klinis, berikan antibiotic.
c)              Hematoma
Ø  Etiologi, Gumpalan darah yang diakibatkan oleh luka dalam yang sering terjadi pada petinju dan pegulat.
Ø  Gambaran klinis, Jika terjadi penimbunan darah di daerah yang cedera tersebut, maka akan terjadi perubahan bentuk telinga luar dan tampak massa berwarna ungu kemerahan. Darah yang tertimbun ini (hematoma) bisa menyebabkan terputusnya aliran darah ke kartilago sehingga terjadi perubahan bentuk telinga.Kelainan bentuk ini disebut telinga bunga kol, yang sering ditemukan pada pegulat dan petinju.
Ø  Penatalaksanaan, Untuk membuang hematoma, biasanya digunakan alat penghisap dan penghisapan dilakukan sampai hematoma betul-betul sudah tidak ada lagi (biasanya selama 3-7 hari). Dengan pengobatan, kulit dan perikondrium  akan kembali ke posisi normal sehingga darah bisa kembali mencapaikartilago. Jika terjadi robekan pada telinga, maka dilakukan penjahitan dan pembidaian pada kartilagonya. Pukulan yang kuat pada rahang bisamenyebabkan patah tulang di sekitar saluran telinga dan merubah bentuk saluran telinga dan seringkali terjadi penyempitan. Perbaikan bentuk bisa dilakukan melalui pembedahan.`
Figure 2. Post-traumatic auricular hematoma.
b.   Trauma telinga tengah
Trauma pada telinga tengah biasanya disertai dengan sakit telinga dan kadang-kadang juga disertai dengan pendarahan dari telinga, gangguan pendengaran, dan kelemahan wajah ipsilateral. Bentuk lengkung EAC, dengan isthmus sempit, membantu untuk melindungi TM dari cedera langsung.
Fungsi  laindari tuba eustachius juga membantu  untuk mencegah pecahnya TM dari perubahan tekanan berlebih. Ketika mekanisme pelindung gagal, atau kekuatan ekstrem terjadi pada telinga atau kepala, perforasi traumatis dari TM dapat terjadi, biasanya terjadi di bagian tengah. Sebuah perforasi traumatik TM dapat disebabkan oleh trauma langsung ke TM oleh FB, ledakan, tekanan perubahan dari udara atau air, atau  akibat dari trauma kepala dengan atau tanpa fraktur tulang temporal.
Figure 6. Traumatic perforation of the tympanic membrane due to welding injury.

Mayoritas perforasi TM traumatis akan dapat sembuh secara spontan. Jika tidak ada bukti infeksi, penggunaan topikal antibiotik tidak diperlukan. Resep obat tetes telinga mengandung gentamisin selama lebih dari lima sampai tujuh hari dapat mengakibatkan ototoxicity dan harus dihindari.  Terapi konservatif untuk mencegah infeksi sekunder biasanya diperlukan. Tympanoplasty jarang diperlukan, kecuali bila perforasi terus-menerus terjadi. Ketika luka misalnya terjadi  perforasi TM sangat sulit untuk disembuhkan.
Dalam kondisi di mana perubahan tekanan eksternal yang cepat (misalnya dalam penerbangan pesawat,  menyelam, atau ledakan) barotrauma otic mungkin terjadi. Pecahnya  pembuluh darah halus di telinga tengah menyebabkan pengumpulan darah pada dalam permukaan TM atau ruang telinga tengah, yang dikenal sebagai hemotympanum. Pencegahan barotrauma selama penerbangan pesawat sangat penting utamanya pada fungsi tuba eustachius.
Trauma membran tympani adalah kelainan pada mebran timpani yang disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung. Biasanya muncul gejala tinius, gangguan pendengaran, vertigo, dan dapat terjadi infeksi. Penangannya yaitu Pada keadaan akut, dilakukan pencegahan terjadinya infeksi sekunder dengan menutup liang telinga yang trauma dengan kasa steril. Biasanya perforasi akan sembuh secara spontan.Operasi emergensi dilakukan pada trauma tembus dengan gangguan pendengaran sensorineural dan vertigo, dengan kecurigaan fraktur dan impaksi kaki stapes ke vertbuler atau fistua perilimpa. Jika perforasi menetap setelah 4 bulan, dan terdapat gangguan pendengaran konduktif >20 dB, merupakan indikasi timpanoplasti. Lakukan pemeriksaan Audiometri atau CT scan bila diduga ada benda asing atau rusaknya rangkaian tulang pendengaran
c.    Trauma telinga dalam
Organ yang sangat sensitif di dalam telinga adalah organ pendengaran (koklea) dan keseimbangan (Reseptor otolithic dan kanal berbentuk setengah lingkaran) yang terletak dalam bagian dari tulang temporal, dikelilingi oleh tulang padat dikenal sebagai kapsul otic. Meskipun perlindungan yang baik dari tulang dalam tubuh manusia, unsur-unsur telinga dalam yang rapuh, rentan terhadap trauma kepala baik longitudinal atau transversal yang menyebabkan fraktur. Seorang pasien dengan riwayat trauma kepala, menunjukkan pendarahan dari telinga, mengalami gangguan pendengaran konduktif, dan kelainan bentuk membran timpani yang diperiksa dengan menggunakan otoscopy (Gambar 8), merupakan gejala dari fraktur  longitudinal. Cedera kepala berat, biasanya setelah pukulan ke tengkuk, dapat mengakibatkan fraktur melintang di labirin tulang. Gambaran klinis dari fraktur melintang meliputi kerusakan saraf sensorik yang mengakibatkan gangguan pendengaran dan vertigo yang parah. Computed tomography (CT) scan tulang temporal adalah alat yang bermanfaat untuk mendiagnosis.
 Figure 8. Step deformity identified later in same patient. Note extrusion of incus into ear canal.

 Figure 9. Traumatic cochlear hemorrhage.
Penatalaksanaan Kedaruratan trauma telinga
1.      Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring
2.      Atasi keadaan kritis ( tranfusi, oksigen, dan sebagainya )
3.      Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement,lalu hentikan perdarahan
4.      Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotik.
5.      Periksa tanda-tanda vital,
6.      Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila mungkin dengan bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui lokasi lesi.
7.      Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin langsung dengan pemeriksaan CT scan.







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA TELINGA

A.     Pengkajian
1.              Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh adanya nyeri, apalagi jika daun telinga disentuh. Didalam telinga terasa penuh karena adanya penumpukan serumen atau disertai pembengkakan.Terjadi gangguan pendengaran dan kadang-kadang disertai demam.Telinga juga terasa gatal.
2.              Riwayat kesehatan
a.               Riwayat kesehatan sekarang: Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan segera yang diberikan setelah kejadian
b.              Riwayat Kesehatan Masa. LaluTanyakan pada klien dan keluarganya:
1)             Apakah klien dahulu pernah menderita sakit seperti ini?
2)             Apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti panas tinggi,kejang?
3)             Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga dengan benda asing yangdapat mengakibatkan lesi (luka)?
4)             Bagaima klien mengobati luka tersebut pada telinga?
5)             Apakah pernah menggunakan obat tetes telinga atau salep?
6)             Apakah pernah keluar cairan dari dalam telinga?
7)             Bagaimana karakteristik dari cairannya (warna, bentuk, dan bau)?
3.         Biodata
a.               Identitas klien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor register, dandiagnosa medis.
b.              Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia, pendidikan,pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
c.               Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin, hubungandengan klien, dan status kesehatan.
4.              Pemeriksaan fisik 
a.               Inspeksi
Inspeksi keadaan umum telinga, pembengkakan pada MAE (meatusauditorius eksterna) perhatikan adanya cairan atau bau, warna kulit telinga,penumpukan serumen, tonjolan yang nyeri dan berbentuk halus, serta adanya   peradangan.
b.      Palpasi, Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi respon nyeridari klien, maka dapat dipastikan klien menderita otitis eksternasirkumskripta (furunkel).
5.      Data subjektif dan data objektif 
a.       Data subjektif 
1)      Klien mengeluh telinganya sakit atau nyeri atau terasa gatal
2)      Klien mengeluh pendengarannya berkurang.
3)      Klien mengatakan sering mengorek telinganya dengan benda asing sehingga menyebabkan lesi.
4)      Klien mengatakan kepala terasa pusing.
b.      Data objektif 
1)      Klien berespons kesakitan saat daun telinganya disentuh.
P : saat disentuh
Q : menusuk 
R : daerah sekitar telinga
S : 5
T : intermitten (saat disentuh)
2)      Klien tampak meringis kesakitan
3)      Klien sering mendekatkan telinganya kepada perawat saat perawatberbicara.
4)      Adanya benjolan atau furunkel pada telinga atau filamen jamur yangberwarna keputih-putihan.
5)      Liang telinga tampak sempit, hyperemesis dan edema tanpa batas yangjelas.

B.  Diagnosa keperawatan
1.      Nyeri b/d trauma dan proses inflamasi
2.      Gangguan persepsi sensori: pendengaran b/d adanya benjolan atau furunkel
3.      Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kesukaran memahami orang lain (kurangnya pendengaran).
4.      Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab infeksi dan tindakan pencegahannya.
5.      Resiko gangguan konsep diri berhubungan dengan terjadinya ketulian, sekunder terhadap tanda-tanda infeksi.

C.     Intervensi
1.      Nyeri b/d trauma dan proses inflamasi
Intervensi:
a.       Kaji tingkat nyeri  klien
b.      Lakukan pembersihan telinga secara teratur dan hati-hati.
c.       Beri penyuluhan kepada klien tentang penyebab nyeri dan penyakit yang dideritanya.
d.      Berikan kompres hangat pada daerah nyeri
e.       Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan antibiotik.
2.      Gangguan persepsi sensori: pendengaran b/d adanya benjolan atau furunkel
Intervensi:
a.       Masukkan tampon yang mengandung antibiotik ke dalam liang telinga.
b.      Berikan kompres rivanol 1/1000 selama 2 hari.
c.       Lakukan irigasi telinga dan keluarkan serumen atau secret.
d.      Lakukan aspirasi secara steril (bila terjadi abses) untuk mengeluarkan nanahnya.
3.      Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kesukaran memahami orang lain (kurangnya pendengaran)
Intervensi:
a.       Kaji kemampuan mendengar klien.
b.      Identifikasi metode alternatif dan efektif untuk berkomunikasi
c.       Usahakan saat berbicara selalu berhadapan dengan klien.
4.      Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab infeksi dan tindakan pencegahannya.
a.       Kaji status psikologis dan emosional
b.      Anjurkan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
c.       Gunakan terminologi positif, hindari penggunaan istilah yang menandakan abnormalitas prosedur atau proses.
d.      Berikan kesempatan pada klien untuk memberi masukan pada proses pengambilan keputusan.
e.       Anjurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan latihan relaksasi.
5.      Resiko gangguan konsep diri berhubungan dengan terjadinya ketulian, sekunder terhadap tanda-tanda infeksi.
a.       Dorong individu atau keluarga untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai pandangan, pemikiran, dan perasaan seseorang.
b.      Dorong individu atau keluarga untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan prognosa kesehatan.
c.       Berikan informasi yang akurat kepada klien dan keluarga dan perkuat informasi yang sudah ada.
d.      Perjelas berbagai kesalahan konsep individu mengenai diri, perawatan, atau pemberi perawatan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar